Kisah Mardjana, Pemilik Toya Devasya, Berangkat ke Jakarta Dibekali Uang oleh Warga Kampung

TRIBUN-BALI.COM, BANGLI – Sukses di ibukota dengan karier gemilang justru membuat seorang I Ketut Mardjana kembali ke kampung halaman. Ia memutuskan untuk mengelola dan mengembangkan Toya Devasya-nya. Keputusannya ini ternyata tidak terlepas dari kisah masa lalunya saat mengadu nasib ke Jakarta.

Dalam acara Bli Ojan Inspirasi Bali, pria 69 tahun itu bersyukur sebab gemilangnya karier selama di Jakarta tidak terlepas dari tuntunan Ida Sang Hyang Widi Wasa.

“Bayangkan saja orang yang marjinal bisa mendapatkan beasiswa. Setelahnya saya diberikan kepercayaan memimpin seluruh bis kota di seluruh Jakarta. Saat itu masih berusia 32 tahun. Kemudian saya menjadi bendaharawan, pimpinan proyek, mengurus kredit usaha tani, bahkan mengurus sebuah proyek berhubungan dengan pohon kemenyan di Sumatera Utara,” ungkapnya.

Kariernya terus menanjak hingga ia dipercaya menjadi salah satu direktur di Kementerian BUMN.

Mardjana juga sempat bergabung di Kementerian Perekonomian, mengurus berbagai lembaga internasional. Pada saat menjadi direktur PT Pos Indonesia, pihakya juga menjadi pimpinan e-commerce seluruh ASEAN.

Mardjana mengatakan, ia mulai membangun Toya Devasya ketika masih menjabat sebagai Direktur Eksekutif Keuangan di PT Citra Marga Nusaphala Persada. Alasannya membangun Toya Devasya pun tak lepas dari sejarah hidupnya.

“Dulu ketika saya mau sekolah ke Jakarta, hampir satu kampung membekali saya. Ada yang kasih uang Rp 500, ada pula yang kasih saya uang Rp1000. Jadi (uang itu) saya taruh di kaus (kaki) kiri, kaus (kaki) kanan, saku baju. Maksudnya jika satu bekal dicuri, lainnya masih ada,” ucapnya.

Dari kisah tersebut, Mardjana akhirnya memutuskan untuk mengabdi di desa dengan membangun Toya Devasya. Memang, ia tidak memungkiri jika investasi di Jakarta dari segi pendapatan mungkin jauh lebih menguntungkan.

“Tapi saya berani investasi di tempat yang sangat remote, sangat jauh. Dari Airport saja dua jam. Karena saya meyakini satu tempat yang bagus seperti ini kenapa tidak berkembang. Walaupun sekarang ada Toya Devasya sebagai ikonnya Kintamani, saya masih melihat bahwa (tempat ini) masih belum berkembang,” ujarnya.

Mardjana menegaskan, pihaknya di sini demi mendorong masyarakat sekitar. Sebab dengan berkembangnya Toya Devasya, secara tidak langsung juga merangkul perkumpulan guide hingga transportasi.

“Saya juga mengembangkan Bukit Terunyan. Saya ajak seluruh tim marketing untuk mendaki. Karena saya beranggapan, mengapa tempat yang bagus seperti itu tidak dikembangkan. Karenanya di sana saya juga bangun suatu tempat perkemahan, saya berikan tenda hingga bangun toilet sebagai Corporate Social Responsibility,” tandasnya. (*).


Artikel ini telah tayang di www.bali.tribunnews.com, https://bali.tribunnews.com/2020/07/28/kisah-mardjana-pemilik-toya-devasya-berangkat-ke-jakarta-dibekali-uang-oleh-warga-kampung